BAB I
LATAR BELAKANG
Suatu
perekonomian negara yang dikatakan sehat dan stabil jika dilihat dari tiga unsur sistem keuangan
negara yaitu sistem moneter, sistem perbankan dan sistem keuangan lembaga buka
bank. Salah satu faktor yang mendorong untuk penumbuhan ekonomi suatu negara,
maka ketiga sistem tersebut harus berjalan dengan baik. Oleh karena itu peranan
perbankan menjadi sangat penting. Berdasarkan pengaruh dari krisis keuangan
global yang terjadi kemarin bank syariah mampu bertahan dibanding bank
konvensional yang mengalami dampak dari krisis global tersebut, sehingga pada
saat ini banyak ilmuan yang melirik untuk menggunakan sistem ekonomi syariah
yang di pakai di bank syariah. Salah
satu pembiayaan yang ada di bank syariah adalah pembiayaan murabahah, yaitu
prinsip jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah
disepakai bersama. Untuk memudahkan pihak-pihak yang berkencimpung dalam
perlakuan ekonomi dibutuhkan suatu sistem keuangan yang dapat memudahkan
pihak-pihak yang akan memakainya.
Akuntansi
secara umum mempunyai fungsi untuk memberikan informasi khususnya yang bersifat
keuangan sebagai bahan dasar dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak
tertentu yang membutuhkannya. Oleh karena itu laporan keuangan yang akan
dijadikan sebagai alat informasi tersebut harus sesuai dengan standar laporan
keuangan yang tidak terlepas dari cara pandang masyarakat. Ikatan Akuntan Indonesia
pun sejauh ini telah menerbitkan enam standar terkait dengan akuntansi syariah,
yaitu PSAK 101 (penyajian dan pengungkapan laporan keuangan entitas syariah),
PSAK 102 (Murabahah), PSAK 103 (Salam), PSAK 104 (Istishna’), PSAK 105 (Mudharabah),
dan PSAK 106 (Musyarakah). Dari
masalah tersebut maka penulis mengambil judul Penerapan PSAK No.102 Tentang Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah.
Adapun rumusan masalahnya adalah apakah pengertian mudharabah?, bagaimana perlakuan
akuntansi murabahah? dan bagaimana analisis masalahnya?.
BAB II
DEFINISI-DEFINISI
A. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli atas
suatu barang, dengan harga yang disepakati antara penjual dan pembeli, setelah
sebelumnya penjual menyebutka dengan sebenarnya harga perolehan atas barang
tersebut dan besarnnya keuntungan yang diperolehnya.[1]
Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal
sebagai murabahah saja. Murabahah, yang berasal dari kata ribhu (keuntungan),
adalah transaksi jual-beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank
bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah
harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin).[2]
Dalam produk ini terjadi transaksi jual beli antara pembeli (nasabah) dan
penjual (bank). Bank dalam hal ini membelikan barang yang dibutuhkan nasabah
(nasabah yang menentukan spesifiksinya) dan menjualnya kepada nasabah denga
harga plus keuntungan. Jadi dari produk ini bank menerima laba atas jual beli.
Harga pokoknya sama-sama diketahui dua belah pihak.[3]
Kedua bela pihak harus menyepakati harga
jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli
dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunnya akad. Dalam
perbankan murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan(bi tsaman ajil
atau muajjal). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad ,
sedangkan pembayaran dilaakukan secara tangguh/ cicilan.
B. Perlakuan Akuntansi Murabahah dalam
PSAK 102[4]
PSAK No.102 merupakan sistem akuntansi yang melihat bagaimana proses pencataan terhadap
produk pembiayaan yang memakai sistem jual beli dari pihak-pihak yang terkait
menjadi sistem akuntansi yang dipakai di lembaga syariah.
a. Akuntansi untuk penjualan
1.
Pada saat perolehan, aset murabahah
diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan
(D) Aset Murabahah xxx
(K) Kas xxx
2. Untuk murabahah pesanan meningkat,
pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah dinilai sebesar biaya
perolehan dan jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak atau
kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai terebut diakui sebagai
beban dan mengurangi nilai aset. Jika terjadi penurunan nilai untuk murabahah
pesanan mengikat, maka jurnalnya:
(D)
Beban penurunan nilai xxx
(K)
Aset Murabahah xxx
Jika
terjadi penurunan nilai untuk murabahah pesanan tidak mengikat, maka jurnalnya
(D)
Kerugian penurunan nilai xxx
(K)
Aset murabahah xxx
3.
Pengakuan keunungan murabahah:
a.
jika penjualan dilakukan secara tunai atau secara tangguh sepanjang masa,
angsuran murabahah tidak melebihi 1 periode laporan keuangan, maka murabahah
diakui pada saat terjadinya akad murabahah:
(D)
Kas xxx
(D)
Piutang Murabahah xxx
(K) Aset Murabahah xxx
(K) Keuntungan xxx
b.
Namun apabila angsuran lebih dari satu periode maka perlakuannya adalah sebagai
berikut:
1.)
keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah dengan syarat apabila resiko
penagihannya kecil, maka dicatat dengan cara yang sama pada butir a.
2.)
keutungan diakui secara proporsional
dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang murabahah, metode ini
digunakan untuk transaksi murabahah tangguh dimana ada resiko piutang tidak
tertagih relatif besar dan / beban untuk mengelolah dan menagih piutang yang
re;latif besar, maka jurnalnya:
(D)
Piutang Murabahah xxx
(K) aset murabahah xxx
(K) Keuntungan tangguhan xxx
Pada
saat penerimaan angsuran:
(D)
Kas xxx
(K) Piutang Murabahah xxx
(D)
Keuntungan tangguhan xxx
(K) Keuntungan xxx
3.) Keuntungan diakui saat seluruh
piutang murabahah berhasil ditagih, metode ini digunakan untuk transaksi
murabahah tangguh dimana resiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan
piutang serta penagihannya cukup besar. Pencatatanya sama dengan poin 2, hanya
saja jurnal pengakuan keuntungan dibuat saat seluruh piutang telah salesai
ditagih.
4. Pada saat akad murabahah piutang
diakui sebesar biaya perolehan ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Pada
akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih
yang dapat direalisasi sama dengan akuntansi konvensional, Yaitu: saldo piutang
– penyisihan kerugian piutang. Jurnal untuk penyisihan piutang tak tertagih:
(D)
Beban Piutang tak tertagih xxx
(K) Penyisihan piutang tak tertagih xxx
b. Akuntansi untuk pembeli
1.
Uang muka
Pembeli membayarkan
uang muka.
(D) Uang muka xxx
(K)
Kas xxx
Jika sudah memberikan
uag muka, maka ketika penyerahan barang jurnalnya:
(D) Aset xxx
(D) Beban murabahah
tangguhan xxx
(K)
uang muka xxx
(K)
Utang Murabahah xxx
Jika pembeli
membatalkan dan dikenakan biaya, maka diakui sebagai kerugian. Apabila biaya yang
dikenakan lebih kecil dari uang muka, maka jurnalnya:
(D) Kas xxx
(D) Kerugian xxx
(K)
uang muka xxx
Sedangkan biaya yang
dikenakan lebih besar dari uang muka, maka jurnalnya:
(D) Kerugian xxx
(K)
Uang muka xxx
(K)
Kas atau uatang xxx
Pengakuan
dan pengukuran urbun(uang muka) adalah sebagai berikut[5]:
a.
Urbun diakui sebagai uang muka pembeli
sebesar jumlah yang diterima bank pada saat diterima.
b.
Pada saat barang jadi dibeli oleh
nasabah maka urbun diakui sebagai pembayaran piutang.
c.
Jika barang batal dibeli oleh nasabah
maka urbun dikembalikan kepada nasabah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya
yang telah dikeluarkan oleh bank.
2. Aset yang diperoleh
melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai.
(apabila tidak ada uang muka).
Utang yang timbul dari
transaksi murabahah tangguh diakui sebagai utang murabahah sebesar harga beli
yang disepakati(jumlahyang wajib dibayarkan). Selisih antara harga beli yang
disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah
tangguhan. Jurnalnya:
(D) Aset xxx
(D) Beban murabahah
tangguhan xxx
(K)
Utang murabahah xxx
BAB III
ANALISIS MASALAH
Ilustrasi contoh:
Tuan Irham mengajukan pembiayaan ke Bank Syariah
untuk mendapatkan/membeli mobil Mercedes Benz seharga Rp 500.000.000,00 (untuk
kerperluan pribadi). Tuan Irham hanya memiliki uang sebesar Rp 100.000.000,00.
Setelah dilakukan analisa kelayakan pembiayaan,
Bank Syariah menyetujui untuk memberikan pembiayaan untuk mendapatkan/membeli
mobil pribadi kepada tuan Irham dengan menggunakan akad Murabahah. Akad
ditandatangi tanggal 1 Agustus 2009. Pada tanggal 5 Agustus 2009 Bank Syariah
membelikan mobil yang dibutuhkan Tuan Irham dengan total cost Rp
500.000.000,00. Mobil diserahkan kepada Tuan Irham tanggal 7 Agustus 2009. Tuan
Irham mengangsur selama 36 bulan ( 3 tahun ) sesuai dengan perhitungan dari
Bank Syariah. Bank Syariah mengenakan marjin sebesar 10 % per-tahun.
Perihitungan dan Jurnal atas transaksi tersebut:
Perhitungan :
Kebutuhan Pembiayaaan Tuan Irham :
Harga Pokok Mobil sebesar Rp. 500.000.000,00
Pembiayaan Sendiri (DP) Rp. 100.000.000,00 (-)
Kebutuhan Pembiayaan dari BUS/UUS Rp. 400.000.000,00
Margin Pembiayaan Murabahah dari Bank Syariah:
Margin per tahun sebesar 10%
Periode Pembiayaan 3 tahun (36 kali Angsuran)
Total Margin Murabahah selama 3 tahun (10 % x n ) =
30%
Keutungan yang dirupiahkan (30 % x Kebutuhan
Pembiayaan)
30%x Rp 400.000.000 =
Rp 120.000.000
Total Pembiayaan Murabahah dari Bank Syariah kepada
Tuan Irham :
Harga Pokok Mobil =
Rp 500.000.000,00
Keuntungan Murabahah =
Rp 120.000.000,00 (+)
Harga Jual Mobil di BUS/UUS Rp 620.000.000,00
Pembayaran pertama (DP) = Rp.100.000.000,00 (-)
Sisa pembiayaan diangsur = Rp 520.000.000,00
Angsuran Bulanan Tuan Irham :
Angsuran Pembiayaan MRBH/bln (Rp 520.000.000 : 36 ) =
Rp 14.444.444,44
Angsuran Keuntungan (margin)/ bln (Rp 120.000.000 :
36) = Rp 3.333.333,33
Angsuran Tuan Irham Disetahunkan: 12 x Rp.
14.444.444,44 = Rp. 173.333.333,28
Angsuran Margin Disetahunkan: 12 x Rp. 3.333.333,33 =
Rp. 39.999.999,96
Jurnal :
Catatan : Rp 100.000.000 diakui sebagai uang muka dari
nasabah
1). Pada saat
Bank Syariah membeli barang ( 5 Agustus 2009) :
(D)Persediaan (Murabahah) Rp. 500.000.000,00
(K) Kas Rp.
500.000.000,00
2). Pada saat BUS/UUS Menerima Uang Muka Murabahah dari Tuan Irham Rp
100.000.000,00 :
(D) Kas Rp.
100.000.000,00
(K ) Kewajiban Lain
(Uang Muka Murabahah) Rp. 100.000.000,00
3). Pada saat
Penyaluran Pembiayaan diberikan ke Tuan Irham 7 Agustus 2009:
(D) Piutang Murabahah Rp.
620.000.000,00
(K)Margin MRBH ditangguhkan Rp. 120.000.000,00
(K)Persediaan (Murabahah) Rp. 500.000.000,00
Pada saat
Penyaluran Pembiayaan Murabahah, maka status Uang Muka :
(D) Kewajiban Lain (Uang Muka Murabahah) Rp. 100.000.000,00
(K) Piutang Murabahah
Rp.
100.000.000,00
4). Pada saat Tuan Irham membayar Angsuran
pertama s/d 12 Ke BUS/UUS sebesar : Rp. 173.333.333,28 / tahun (7 Agustus 2010)
(D) Kas Rp.
173.333.333,28
(K)Piutang Murabahah Rp.
173.333.333,28
(D) Margin MRBH ditangguhkan Rp.
39.999.999,96
(K) Pendapatan Murabahah Rp. 39.999.999,96
Analisis
dari definisi-definisi diatas adalah:
-
Bank
melaksanakan realisai permintaan orang yang bertransaksi dengannya dengan dasar
pihak pertama (Bank) membeli yang diminta pihak kedua (nasabah) dengan dana
yang dibayarkan bank secara penuh atau sebagian dan itu dibarengi dengan
keterikatan pemohon untuk membeli yang ia pesan tersebut dengan keuntungan yang
disepakati didepan (diawal transaksi).
-
Lembaga keuangan
bersepakat dengan nasabah agar lembaga keuangan melakukan pembelian barang baik
yang bergerak (dapat dipindah) atau tidak. Kemudian nasabah terikat untuk
membelinya dari lembaga keuangan tersebut setelah itu dan lembaga keuangan
itupun terikat untuk menjualnya kepadanya. Hal itu dengan harga didepan atau dibelakang
dan ditentukan nisbah tambahan (profit) padanya atas harga pembeliaun dimuka.
-
Orang yang ingin
membeli barang mengajukan permohonan kepada lembaga keuangan, karena ia tidak
memiliki dana yang cukup untuk membayar kontan nilai barang tersebut dan karena
penjual (pemilik barang) tidak menjualnya secara tempo. Kemudian lembaga
keuangan membelinya dengan kontan dan menjualnya kepada nasabah (pemohon) dengan
tempo yang lebih tinggi.
-
Pihak yang
terlibat terdiri dari tiga pihak: penjual, pembeli dan bank dengan tinjauan
sebagai pedagang perantara antara penjual pertama (pemilik barang) dan pembeli.
Bank tidak membeli barang tersebut disini kecuali setelah pembeli menentukan
keinginannya dan adanya janji memberi dimuka.
Dari definisi diatas dan praktek yang ada di lingkungan
lembaga keuangan syariah didunia dapat disimpulkan ada tiga bentuk:
1. Pelaksanaan janji yang mengikat dengan kesepakatan
antara dua pihak sebelum lembaga keuangan menerima barang dan menjadi miliknya
dengan menyebutkan nilai keuntungannya dimuka. Hal itu dengan datangnya nasabah
kepada lembaga keuangan memohon darinya untuk membeli barang tertentu dengan
sifat tertentu. Keduanya bersepakat dengan ketentuan lembaga keuangan terikat
untuk membelikan barang dan nasabah terikat untuk membelinya dari lembaga
keuangan tersebut. Lembaga keuangan terikat harus menjualnya kepada nasabah
dengan nilai harga yang telah disepakati keduanya baik nilai ukuran, tempo dan
keuntungannya.
2. Pelaksanaan janji (al-Muwaa’adah) tidak
mengikat pada kedua belah pihak. Hal itu dengan ketentuan nasabah yang ingin
membeli barang tertentu, lalu pergi ke lembaga keuangan dan terjadi antara
keduanya perjanjian dari nasabah untuk membeli dan dari lembaga keuangan untuk
membelinya. Janji ini tidak dianggap kesepakatan sebagaimana juga janji
tersebut tidak mengikat pada kedua belah pihak. Bentuk gambaran ini bisa dibagi
dalam dua keadaan:
a. Pelaksanaan janji tidak mengikat tanpa ada penentuan
nilai keuntungan dimuka.
b. Pelaksanaan janji tidak mengikat dengan adanya
penentuan nilai keuntungan yang akan diberikannya.
3. Pelaksanaan janji mengikat lembaga keuangan tanpa
nasabah. Inilah yang diamalkan di bank Faishol al-Islami di Sudan. Hal itu
dengan ketentuan akad transaksi mengikat bank dan tidak mengikat nasabah
sehingga nasabah memiliki hak Khiyar (memilih) apabila melihat barangnya untuk
menyempurnakan transaksi atau menggagalkannya.
BAB IV
KESIMPULAN
Murabahah
adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas
akad jual beli dapat dilakukan secara tunai atau tangguh (ba’i muajjal). Hal
yang membedahkan murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah
penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang
tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya. Pertukaran barang
dengan barang, terlebih dahulu harus memperhatikan apakah barang tersebut
merupakan barang ribawi/ secara kasat mata tidak dapat dibedahkan atau bukan.
Jika pertukaran barang ribawi harus dilakukan dengan jumlah yang sama harus
dari tanmgan ke tangan atau tunai.
Harga
tidak boleh beruba sepanjang akad, kalau terjadi kesulitan barang dapat
dilakukan restrukturisasi dan kalau tidak membayar karena lalai tidak dikenakan
denda. Denda tersebut akan dianggap sebagai dana kebajikan. Pembayaran uang
muaka juga diperbolehkan.
Ada
beberapa jenis akad murabahah seluruhnya halal asalkan memenuhi rukun dan
ketentuan syariah. Untuk biaya yang terkait dengan aset murabahah boleh
diperhitungkan sebagai beban asalkan itu adalah biaya langsung-menurut jumhur
ulama- atau biaya tidak langsung yang memberi nilai tambah pada aset murabahah.
Pelaksanaan akuntansi untuk murabahah diatur dalam PSAK 102.
DAFTAR PUSTAKA
Wiyono,
Slamet. 2006. Akuntansi Perbankan Syariah.
Jakarta : PT. Grasindo
Nurhayati,
Sri. 2000. Akuntansi Syariah di Indonesia.
Jakarta: Salemba.
Rivai, Veithzal.
2008. Islamic Financial Management. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam(Analisis Fiqih dan Keuangan) Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Harahap,
Sofyan Syafri. 2004. Akuntansi Islam.
Jakarta : PT. Bumi Aksara
[1] Veithzal Rivai, Islamic Financial Management, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2008, hal.145
[2] Adiwarman Karim, Bank Islam(Analisis Fiqih dan Keuangan)
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004, hal.87
[3] Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam. Jakarta : PT. Bumi
Aksara. 2004, hal.104
[4] Sri nurhayati, Akuntansi Syariah
di Indonesia, Jakarta: Salembah, 2000, hal 176-182
[5] Slamet Wiyono, Akuntansi
Perbankan Syariah, Jakarta : PT. Grasindo, 2006, hal.86
Izin Copas ke blog saya
BalasHapuszikrullah11.blogspot.com