Sabtu, 19 Mei 2012

Akuntansi Murabahah


BAB I
LATAR BELAKANG
Suatu perekonomian negara yang dikatakan sehat dan stabil  jika dilihat dari tiga unsur sistem keuangan negara yaitu sistem moneter, sistem perbankan dan sistem keuangan lembaga buka bank. Salah satu faktor yang mendorong untuk penumbuhan ekonomi suatu negara, maka ketiga sistem tersebut harus berjalan dengan baik. Oleh karena itu peranan perbankan menjadi sangat penting. Berdasarkan pengaruh dari krisis keuangan global yang terjadi kemarin bank syariah mampu bertahan dibanding bank konvensional yang mengalami dampak dari krisis global tersebut, sehingga pada saat ini banyak ilmuan yang melirik untuk menggunakan sistem ekonomi syariah yang di pakai di bank syariah.  Salah satu pembiayaan yang ada di bank syariah adalah pembiayaan murabahah, yaitu prinsip jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang telah disepakai bersama. Untuk memudahkan pihak-pihak yang berkencimpung dalam perlakuan ekonomi dibutuhkan suatu sistem keuangan yang dapat memudahkan pihak-pihak yang akan memakainya.
Akuntansi secara umum mempunyai fungsi untuk memberikan informasi khususnya yang bersifat keuangan sebagai bahan dasar dalam pengambilan keputusan oleh pihak-pihak tertentu yang membutuhkannya. Oleh karena itu laporan keuangan yang akan dijadikan sebagai alat informasi tersebut harus sesuai dengan standar laporan keuangan yang tidak terlepas dari cara pandang masyarakat. Ikatan Akuntan Indonesia pun sejauh ini telah menerbitkan enam standar terkait dengan akuntansi syariah, yaitu PSAK 101 (penyajian dan pengungkapan laporan keuangan entitas syariah), PSAK 102 (Murabahah), PSAK 103 (Salam), PSAK 104 (Istishna’), PSAK 105 (Mudharabah), dan PSAK 106 (Musyarakah). Dari masalah tersebut maka penulis mengambil judul Penerapan PSAK No.102 Tentang Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah. Adapun rumusan masalahnya adalah apakah pengertian mudharabah?, bagaimana perlakuan akuntansi murabahah? dan bagaimana analisis masalahnya?.


BAB II
DEFINISI-DEFINISI
A.    Pengertian Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli atas suatu barang, dengan harga yang disepakati antara penjual dan pembeli, setelah sebelumnya penjual menyebutka dengan sebenarnya harga perolehan atas barang tersebut dan besarnnya keuntungan yang diperolehnya.[1]
Murabahah (al-bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah, yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual-beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin).[2] Dalam produk ini terjadi transaksi jual beli antara pembeli (nasabah) dan penjual (bank). Bank dalam hal ini membelikan barang yang dibutuhkan nasabah (nasabah yang menentukan spesifiksinya) dan menjualnya kepada nasabah denga harga plus keuntungan. Jadi dari produk ini bank menerima laba atas jual beli. Harga pokoknya sama-sama diketahui dua belah pihak.[3]
Kedua bela pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunnya akad. Dalam perbankan murabahah selalu dilakukan dengan cara pembayaran cicilan(bi tsaman ajil atau muajjal). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad , sedangkan pembayaran dilaakukan secara tangguh/ cicilan.


B.     Perlakuan Akuntansi Murabahah dalam PSAK 102[4]
PSAK No.102 merupakan sistem akuntansi yang  melihat bagaimana proses pencataan terhadap produk pembiayaan yang memakai sistem jual beli dari pihak-pihak yang terkait menjadi sistem akuntansi yang dipakai di lembaga syariah.
a.      Akuntansi untuk penjualan
1.      Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya perolehan
(D) Aset Murabahah                                 xxx
      (K) Kas                                                           xxx                                   
2. Untuk murabahah pesanan meningkat, pengukuran aset murabahah setelah perolehan adalah dinilai sebesar biaya perolehan dan jika terjadi penurunan nilai aset karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai terebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset. Jika terjadi penurunan nilai untuk murabahah pesanan mengikat, maka jurnalnya:
(D) Beban penurunan nilai                  xxx
                        (K) Aset Murabahah                           xxx
Jika terjadi penurunan nilai untuk murabahah pesanan tidak mengikat, maka jurnalnya
(D) Kerugian penurunan nilai             xxx
                        (K) Aset murabahah                            xxx
3.  Pengakuan keunungan murabahah:
a. jika penjualan dilakukan secara tunai atau secara tangguh sepanjang masa, angsuran murabahah tidak melebihi 1 periode laporan keuangan, maka murabahah diakui pada saat terjadinya akad murabahah:
(D) Kas                                           xxx
(D) Piutang Murabahah                  xxx
        (K) Aset Murabahah                                       xxx
        (K) Keuntungan                                              xxx
b. Namun apabila angsuran lebih dari satu periode maka perlakuannya adalah sebagai berikut:
1.) keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah dengan syarat apabila resiko penagihannya kecil, maka dicatat dengan cara yang sama pada butir a.
2.)  keutungan diakui secara proporsional dengan besaran kas yang berhasil ditagih dari piutang murabahah, metode ini digunakan untuk transaksi murabahah tangguh dimana ada resiko piutang tidak tertagih relatif besar dan / beban untuk mengelolah dan menagih piutang yang re;latif besar, maka jurnalnya:
(D) Piutang Murabahah                  xxx
        (K) aset murabahah                             xxx
        (K) Keuntungan tangguhan                xxx
Pada saat penerimaan angsuran:
(D) Kas                                           xxx
(K) Piutang Murabahah                      xxx
(D) Keuntungan tangguhan            xxx
(K) Keuntungan                                  xxx
3.) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih, metode ini digunakan untuk transaksi murabahah tangguh dimana resiko piutang tidak tertagih dan beban pengelolaan piutang serta penagihannya cukup besar. Pencatatanya sama dengan poin 2, hanya saja jurnal pengakuan keuntungan dibuat saat seluruh piutang telah salesai ditagih.
4. Pada saat akad murabahah piutang diakui sebesar biaya perolehan ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi sama dengan akuntansi konvensional, Yaitu: saldo piutang – penyisihan kerugian piutang. Jurnal untuk penyisihan piutang tak tertagih:
(D) Beban Piutang tak tertagih                       xxx
(K) Penyisihan piutang tak tertagih                xxx
b.  Akuntansi untuk pembeli
1.      Uang muka
Pembeli membayarkan uang muka.
(D) Uang muka                       xxx
(K) Kas                                   xxx
Jika sudah memberikan uag muka, maka ketika penyerahan barang jurnalnya:
(D) Aset                                              xxx
(D) Beban murabahah tangguhan       xxx
(K) uang muka                                    xxx
(K) Utang Murabahah                         xxx
Jika pembeli membatalkan dan dikenakan biaya, maka diakui sebagai kerugian. Apabila biaya yang dikenakan lebih kecil dari uang muka, maka jurnalnya:
(D) Kas                        xxx
(D) Kerugian               xxx
(K) uang muka            xxx
Sedangkan biaya yang dikenakan lebih besar dari uang muka, maka jurnalnya:
(D) Kerugian               xxx
(K) Uang muka           xxx
(K) Kas atau uatang    xxx
Pengakuan dan pengukuran urbun(uang muka) adalah sebagai berikut[5]:
a.       Urbun diakui sebagai uang muka pembeli sebesar jumlah yang diterima bank pada saat diterima.
b.      Pada saat barang jadi dibeli oleh nasabah maka urbun diakui sebagai pembayaran piutang.
c.       Jika barang batal dibeli oleh nasabah maka urbun dikembalikan kepada nasabah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh bank.
2. Aset yang diperoleh melalui transaksi murabahah diakui sebesar biaya perolehan murabahah tunai. (apabila tidak ada uang muka).
Utang yang timbul dari transaksi murabahah tangguh diakui sebagai utang murabahah sebesar harga beli yang disepakati(jumlahyang wajib dibayarkan). Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban murabahah tangguhan. Jurnalnya:
(D) Aset                                              xxx
(D) Beban murabahah tangguhan       xxx
(K) Utang murabahah                         xxx








BAB III
ANALISIS MASALAH
Ilustrasi contoh:
Tuan Irham mengajukan pembiayaan ke Bank Syariah untuk mendapatkan/membeli mobil Mercedes Benz seharga Rp 500.000.000,00 (untuk kerperluan pribadi). Tuan Irham hanya memiliki uang sebesar Rp 100.000.000,00.

Setelah dilakukan analisa kelayakan pembiayaan, Bank Syariah menyetujui untuk memberikan pembiayaan untuk mendapatkan/membeli mobil pribadi kepada tuan Irham dengan menggunakan akad Murabahah. Akad ditandatangi tanggal 1 Agustus 2009. Pada tanggal 5 Agustus 2009 Bank Syariah membelikan mobil yang dibutuhkan Tuan Irham dengan total cost Rp 500.000.000,00. Mobil diserahkan kepada Tuan Irham tanggal 7 Agustus 2009. Tuan Irham mengangsur selama 36 bulan ( 3 tahun ) sesuai dengan perhitungan dari Bank Syariah. Bank Syariah mengenakan marjin sebesar 10 % per-tahun.

Perihitungan dan Jurnal atas transaksi tersebut:
Perhitungan :
Kebutuhan Pembiayaaan Tuan Irham :
Harga Pokok Mobil sebesar                            Rp. 500.000.000,00
Pembiayaan Sendiri (DP)                                Rp. 100.000.000,00 (-)
Kebutuhan Pembiayaan dari BUS/UUS         Rp. 400.000.000,00

Margin Pembiayaan Murabahah dari Bank Syariah:
Margin per tahun sebesar 10%
Periode Pembiayaan 3 tahun (36 kali Angsuran)
Total Margin Murabahah selama 3 tahun (10 % x n ) = 30%
Keutungan yang dirupiahkan (30 % x Kebutuhan Pembiayaan)
30%x Rp 400.000.000 = Rp 120.000.000

Total Pembiayaan Murabahah dari Bank Syariah kepada Tuan Irham :
Harga Pokok Mobil                 = Rp 500.000.000,00
Keuntungan Murabahah         = Rp 120.000.000,00 (+)
Harga Jual Mobil di BUS/UUS Rp 620.000.000,00
Pembayaran pertama (DP)      = Rp.100.000.000,00 (-)
Sisa pembiayaan diangsur       = Rp 520.000.000,00

Angsuran Bulanan Tuan Irham :
Angsuran Pembiayaan MRBH/bln (Rp 520.000.000 : 36 ) = Rp 14.444.444,44
Angsuran Keuntungan (margin)/ bln (Rp 120.000.000 : 36) = Rp 3.333.333,33

Angsuran Tuan Irham Disetahunkan: 12 x Rp. 14.444.444,44 = Rp. 173.333.333,28
Angsuran Margin Disetahunkan: 12 x Rp. 3.333.333,33 = Rp. 39.999.999,96

Jurnal :
Catatan : Rp 100.000.000 diakui sebagai uang muka dari nasabah
1).  Pada saat Bank Syariah membeli barang ( 5 Agustus 2009) :
(D)Persediaan (Murabahah)    Rp. 500.000.000,00
(K) Kas                                   Rp. 500.000.000,00

2). Pada saat BUS/UUS Menerima Uang Muka Murabahah dari Tuan Irham Rp 100.000.000,00 :
(D) Kas                                   Rp. 100.000.000,00
(K ) Kewajiban Lain
(Uang Muka Murabahah)                    Rp. 100.000.000,00

3).  Pada saat Penyaluran Pembiayaan diberikan ke Tuan Irham 7 Agustus 2009:
(D) Piutang Murabahah                      Rp. 620.000.000,00
(K)Margin MRBH ditangguhkan                   Rp. 120.000.000,00
(K)Persediaan (Murabahah)                            Rp. 500.000.000,00

 Pada saat Penyaluran Pembiayaan Murabahah, maka status Uang Muka :
(D) Kewajiban Lain (Uang Muka Murabahah) Rp. 100.000.000,00
(K) Piutang Murabahah                                  Rp. 100.000.000,00

4).  Pada saat Tuan Irham membayar Angsuran pertama s/d 12 Ke BUS/UUS sebesar : Rp. 173.333.333,28 / tahun (7 Agustus 2010)
(D) Kas                                        Rp. 173.333.333,28
(K)Piutang Murabahah                       Rp. 173.333.333,28
(D) Margin MRBH ditangguhkan Rp. 39.999.999,96
(K) Pendapatan Murabahah                Rp. 39.999.999,96


Analisis dari definisi-definisi diatas adalah:
-          Bank melaksanakan realisai permintaan orang yang bertransaksi dengannya dengan dasar pihak pertama (Bank) membeli yang diminta pihak kedua (nasabah) dengan dana yang dibayarkan bank secara penuh atau sebagian dan itu dibarengi dengan keterikatan pemohon untuk membeli yang ia pesan tersebut dengan keuntungan yang disepakati didepan (diawal transaksi).
-          Lembaga keuangan bersepakat dengan nasabah agar lembaga keuangan melakukan pembelian barang baik yang bergerak (dapat dipindah) atau tidak. Kemudian nasabah terikat untuk membelinya dari lembaga keuangan tersebut setelah itu dan lembaga keuangan itupun terikat untuk menjualnya kepadanya. Hal itu dengan harga didepan atau dibelakang dan ditentukan nisbah tambahan (profit) padanya atas harga pembeliaun dimuka.
-          Orang yang ingin membeli barang mengajukan permohonan kepada lembaga keuangan, karena ia tidak memiliki dana yang cukup untuk membayar kontan nilai barang tersebut dan karena penjual (pemilik barang) tidak menjualnya secara tempo. Kemudian lembaga keuangan membelinya dengan kontan dan menjualnya kepada nasabah (pemohon) dengan tempo yang lebih tinggi.
-          Pihak yang terlibat terdiri dari tiga pihak: penjual, pembeli dan bank dengan tinjauan sebagai pedagang perantara antara penjual pertama (pemilik barang) dan pembeli. Bank tidak membeli barang tersebut disini kecuali setelah pembeli menentukan keinginannya dan adanya janji memberi dimuka.
Dari definisi diatas dan praktek yang ada di lingkungan lembaga keuangan syariah didunia dapat disimpulkan ada tiga bentuk:
1.      Pelaksanaan janji yang mengikat dengan kesepakatan antara dua pihak sebelum lembaga keuangan menerima barang dan menjadi miliknya dengan menyebutkan nilai keuntungannya dimuka. Hal itu dengan datangnya nasabah kepada lembaga keuangan memohon darinya untuk membeli barang tertentu dengan sifat tertentu. Keduanya bersepakat dengan ketentuan lembaga keuangan terikat untuk membelikan barang dan nasabah terikat untuk membelinya dari lembaga keuangan tersebut. Lembaga keuangan terikat harus menjualnya kepada nasabah dengan nilai harga yang telah disepakati keduanya baik nilai ukuran, tempo dan keuntungannya.
2.      Pelaksanaan janji (al-Muwaa’adah) tidak mengikat pada kedua belah pihak. Hal itu dengan ketentuan nasabah yang ingin membeli barang tertentu, lalu pergi ke lembaga keuangan dan terjadi antara keduanya perjanjian dari nasabah untuk membeli dan dari lembaga keuangan untuk membelinya. Janji ini tidak dianggap kesepakatan sebagaimana juga janji tersebut tidak mengikat pada kedua belah pihak. Bentuk gambaran ini bisa dibagi dalam dua keadaan:
a.       Pelaksanaan janji tidak mengikat tanpa ada penentuan nilai keuntungan dimuka.
b.      Pelaksanaan janji tidak mengikat dengan adanya penentuan nilai keuntungan yang akan diberikannya.
3.      Pelaksanaan janji mengikat lembaga keuangan tanpa nasabah. Inilah yang diamalkan di bank Faishol al-Islami di Sudan. Hal itu dengan ketentuan akad transaksi mengikat bank dan tidak mengikat nasabah sehingga nasabah memiliki hak Khiyar (memilih) apabila melihat barangnya untuk menyempurnakan transaksi atau menggagalkannya.


















BAB IV
KESIMPULAN
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai atau tangguh (ba’i muajjal). Hal yang membedahkan murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya. Pertukaran barang dengan barang, terlebih dahulu harus memperhatikan apakah barang tersebut merupakan barang ribawi/ secara kasat mata tidak dapat dibedahkan atau bukan. Jika pertukaran barang ribawi harus dilakukan dengan jumlah yang sama harus dari tanmgan ke tangan atau tunai.
Harga tidak boleh beruba sepanjang akad, kalau terjadi kesulitan barang dapat dilakukan restrukturisasi dan kalau tidak membayar karena lalai tidak dikenakan denda. Denda tersebut akan dianggap sebagai dana kebajikan. Pembayaran uang muaka juga diperbolehkan.
Ada beberapa jenis akad murabahah seluruhnya halal asalkan memenuhi rukun dan ketentuan syariah. Untuk biaya yang terkait dengan aset murabahah boleh diperhitungkan sebagai beban asalkan itu adalah biaya langsung-menurut jumhur ulama- atau biaya tidak langsung yang memberi nilai tambah pada aset murabahah. Pelaksanaan akuntansi untuk murabahah diatur dalam PSAK 102.






DAFTAR PUSTAKA
Wiyono, Slamet. 2006. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta : PT. Grasindo
Nurhayati, Sri. 2000. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba.
Rivai,  Veithzal. 2008.  Islamic Financial Management. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Karim, Adiwarman. 2004. Bank Islam(Analisis Fiqih dan Keuangan) Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Harahap, Sofyan Syafri. 2004. Akuntansi Islam. Jakarta : PT. Bumi Aksara


[1] Veithzal Rivai, Islamic Financial Management, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008, hal.145
[2] Adiwarman Karim, Bank Islam(Analisis Fiqih dan Keuangan) Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004, hal.87
[3] Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2004, hal.104
[4] Sri nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, Jakarta: Salembah, 2000, hal 176-182
[5] Slamet Wiyono, Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta : PT. Grasindo, 2006, hal.86

1 komentar: